Harapan untuk penyembuhan AIDS tetap ada
“Semua obat yang kita miliki saat ini adalah unsur antiretroviral (ARV) yang menghambat beberapa tahapan dalam siklus hidup virus tersebut, sehingga hanya menghambat saat virus HIV ini menggandakan diri, demikian dijelaskan peneliti Paul Bieniasz, seorang rekan professor di Pusat Penelitian AIDS Aaron Diamond di New York. Dalam permainan petak-umpet yang dimainkan antara ilmuwan dan HIV selama lebih dari 25 tahun, sejauh ini virus tetap menang.
“Semua obat yang kita miliki saat ini adalah unsur antiretroviral (ARV) yang menghambat beberapa tahapan dalam siklus hidup virus tersebut, sehingga hanya menghambat saat virus HIV ini menggandakan diri, demikian dijelaskan peneliti Paul Bieniasz, seorang rekan professor di Pusat Penelitian AIDS Aaron Diamond di New York.
Strategi ini telah memberi pasien HIV kesehatan yang lebih baik untuk jangka waktu panjang. “Tetapi akan selalu ada virus dalam jumlah kecil namun bermakna yang tidak menggandakan diri dalam diri orang yang terinfeksi,” dikatakan Bieniasz.
Pada pasien yang berhasil memakai terapi ARV (ART), ini berarti bahwa HIV tetap tidur di dalam jaringan dengan jumlah yang tidak dapat terdeteksi dengan tes baku. Sejumlah kecil virus HIV “beristirahat” bersembunyi sebagai potongan DNA asing yang terkubur di dalam nukleus sel. Seperti bom waktu yang kecil, virus ini dapat tetap tidur selama bertahun-tahun. Di sisi lain, virus ini juga dapat berubah status serta menggandakan diri dan memulai kembali pengembangan yang mematikan menuju pada AIDS.
“Ini adalah virus yang cerdik, dan bersembunyi adalah strategi terbaik untuk HIV,” dikatakan Dr. Rowena Johnston, direktur penelitian dasar di Foundation for AIDS Research (amfAR). “Apabila virus tersebut sedang tertidur, bukan hanya ART tidak akan menjangkaunya, tetapi sistim kekebalan tubuh juga tidak mungkin dapat membidiknya.”
Virus yang beristirahat adalah alasan utama mengapa para ilmuwan gagal menemukan penyembuhan untuk HIV/AIDS. Menurut Bieniasz, virus yang beristirahat tidak mempunyai ‘kait’ yang nyata yang dapat diikat oleh obat. Dan karena virus HIV yang beristirahat terletak sangat dalam di dalam nukleus, obat apa pun yang dapat menyerangnya mungkin terbukti sangat toksik bagi sel yang sehat.
Tetapi hal ini tidak menghentikan usaha para ilmuan dalam mencari solusi untuk masalah ini. “Di amfAR, kami ingin berpikir bahwa apabila kami belum membuktikan bahwa itu adalah tidak mungkin, berarti kami belum melakukan tugas kami jika kita tidak terus mencarinya,” dikatakan oleh Johnston.
Kenyataannya, amfAR mendanai penelitian di laboratorium Bieniasz, di mana para peneliti membuat sejumlah virus beristirahat buatan di dalam pembiakan sel. Mereka menggunakan biakan ini untuk mengkaji dampak dari ribuan penggandaan – mengamati untuk melihat apakah ada molekul tertentu yang mendorong HIV yang tertidur menjadi aktif dan menggandakan diri.
“Diperkirakan bahwa satu strategi untuk melumpuhkan HIV dan menyembukan Odha secara efektif adalah dengan membuat virus beristirahat ini aktif/menggandakan diri,” dikatakan Bieniasz. “Karena begitu virus itu menggandakan diri, kami dapat menyerang virus tersebut dengan obat ARV yang ada saat ini.”
Biakan sel di laboratorium Aaron Diamond dibentuk untuk menghidupkan tanda biokimia yang fluoresken (fluorescent biochemical tag), apabila dan ketika sebuah calon molekul mengubah virus dari beristirahat menjadi aktif menggandakan diri.
Bieniasz mengatakan bahwa penyembuhan untuk AIDS masih jauh, tetapi uji coba ini adalah langkah awal penting. “Apa yang kami cari di sini dasarnya adalah prinsip-pembuktian bahwa kami dapat melakukan ini tanpa membawa dampak besar pada sel,” demikian dikatakan Bieniasz.
Para peneliti lain juga memperoleh temuan berharga tentang sel yang beristirahat. Dr. Stephen Deeks adalah seorang rekan professor kedokteran di General Clinical Research Center Universitas California San Francisco. Penelitiannya, juga didanai oleh amfAR, berfokus pada minoritas pasien yang sangat kecil yang terinfeksi – kurang dari satu persen – yang bertahan secara sehat selama lebih dari 20 tahun tanpa membutuhkan terapi obat.
Kelompok ini disebut “elite controllers” umumnya membawa virus yang berada pada tingkat rendah atau tidak terdeteksi. “Maka, yang tetap menjadi pertanyaan adalah, apa yang membuat mereka berbeda?” dikatakan Deeks.
“Satu model adalah bahwa mereka memiliki sistim kekebalan tubuh yang memungkinkan mereka untuk mengendalikan virus secara sangat efektif,” dia mengatakan. Kenyataannya, beberapa – tetapi tidak semua – dari mereka memiliki sel kekebalan yang sangat kaya dengan reseptor HLA. “Reseptor ini memungkinkan sel kekebalan untuk mengenal bagian yang sangat khusus dari sebuah infeksi, misalnya virus,” dia mengatakan.
Ini dapat menjadi bagian dari cerita. Atau, para pasien mungkin cukup beruntung telah berhubungan dengan apa yang oleh para peneliti disebut sebagai sebuah bentuk HIV “yang gagal menggandakan diri” – sejenis virus yang lemah yang dapat ditangani secara mudah.
“Itu tetap sebagai teori,” dikatakan Deeks, “terutama karena virus tersebut sesungguhnya sangat sulit ditemukan pada para individu ini. Tetapi kami secara tegas mencoba menemukannya.”
Jawaban yang diperoleh tim ini dapat menolong 99 persen pasien terinfeksi yang tidak memiliki pertahanan tersebut terhadap HIV.
Deeks berkata, “Apabila kuncinya adalah tanggapan kekebalan, dan apabila kami dapat mengetahui tanggapannya seperti apa, maka kami dapat mengembangkan vaksin yang terfokus pada bagian virus tersebut.” Penelitian vaksin juga dapat menerima doronganapabila ada virus tertentu yang menyebabkan pengendalian jangka panjang, demikian dikatakan Deeks.
Terapi yang sangat canggih telah melumpuhkan HIV hingga ke tingkat yang sangat rendah. Pada 2005, tim yang dipimpin oleh Dr. David Margolis dari Universitas North Carolina membuat terobosan besar dengan mengumumkan di Jurnal Kedokteran New England bahwa mereka telah mengurangi tingkat virus beristirahat secara bermakna pada empat pasien.
Dalam penelitiannya, tim Margolis menambahkan obat epilepsi yang umum, yaitu asam valproik, pada obat ARV yang diberikan pada pasien. Seluruh pasien menunjukkan viral load yang sangat rendah selama bertahun-tahun.
Asam valproik dikenal menghambat enzim yang disebut histone deacetylase 1 (HDAC1), yang diperlukan HIV untuk tetap bersembunyi di dalam sel.
Pada akhir uji coba selama empat bulan, tempat persembunyian HIV yang beristirahat dalam sel kekebalan CD4 telah berkurang sebanyak 75 persen, dilaporkan para peneliti. “Pendekatan baru ini, di masa yang akan datang, memungkinkan kita untuk berlanjut menuju pemberantasan infeksi pada seseorang yang terinfeksi HIV,” demikian saat itu dikatakan Margolis kepada Health Day.
Tetap, para ahli mengatakan bahwa sejumlah HIV beristirahat bersembunyi di berbagai jaringan, termasuk usus, kelenjar getah bening, dan bagian yang tidak dapat ditembus obat seperti otak atau testis. Oleh karena itu, penelitian jenis ini masih memiliki perjalanan yang panjang, menurut Johnston dari amfAR.
“Saya tidak ingin supaya siapa pun mempunyai pandangan bahwa amfAR berpendapat bahwa kami hampir menemukan penyembuhan – kami tentunya belum,” dia mengatakan. “Kami perlu bekerja keras untuk mengerti apa kendalanya, di samping mencari bagaimana menanggulanginya.”
Deeks setuju. Tetapi dia juga setuju bahwa penelitian untuk mencari penyembuhan harus terus dijalankan. “Semua ini harus dimasukkan pada konteks bahwa pengobatan ARV, meskipun bekerja dengan baik sekali, mempunyai keterbatasan,” dia mengatakan. “Banyak orang tidak dapat tetap patuh pada pengobatan ini untuk seumur hidup, obat ini rumit, dan toksisitas terus bertumpuk.”
Deeks berkata, “Penanganan pasien tanpa memakai obat adalah hal yang paling diharapkan…Saya akan menyebutnya sebuah penyembuhan. Dan itu yang harus kita jangkau.”
sumber: http://arsip.info
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment