Di Usia 7 Bulan, Anakku Mesti Operasi Jantung”
Putri keduaku lahir prematur. Dengan berat badan hanya kg ia harus menjalani operasi, karena klep jantungnya tidak menutup.
Setelah menikah selama lima tahun dengan Anni Haryani (34 tahun) warganegara Indonesia yang tinggal di Bandung, tak terperikan gembiranya aku, Abdul Rahim bin Ismail (50 tahun), tatkala anak yang aku tunggu-tunggu hadir di pangkuan kami.
Aku dan Anni telah berobat ke mana-mana, termasuk pada dokter terkenal yang berhasil membuat pasangan yang mendamba anak memperolehnya. Namun, pada kami tidak demikian. Aku khawatir. Usiaku tidak muda lagi (aku menikah di usia 43 tahun ) dan terus bertambah.
Istriku yang berbeda usia 16 tahun dengan aku, baru hamil setelah menjalani pengobatan alternatif. Anak pertama kami Syarifah Nuraini yang kami panggil Syasya (kini 6,5 tahun) lahir pada 18 Oktober 1997. Ia hampir saja lahir prematur delapan bulan, namun dapat ditahan hingga bisa lahir tepat waktu. Syukurlah, Syasya tak mengalami gangguan kesehatan.
Enam tahun kemudian, lahir anak kedua kami Syarifah Nur Aisah atau Aisah pada 22 Desember 2003. Cerita kelahiran Aisah tidak semulus kakaknya. Ia lahir ketika usia kandungan istriku baru 32 minggu.
Mencoba bertahan
Awal cerita ini bermula ketika di usia kandungan 32 minggu tiba-tiba Anni mengalami kontraksi dan mulas terus menerus. Awalnya cuma lima menit sekali, dan lalu berlanjut tiga menit sekali. Akhirnya, karena Anni tak tahan, kami pergi ke dokter kandungan langganan kami, dr. Sofie Sp.OG. Dokter meminta kami untuk segera ke rumah sakit.
Kami pergi ke Rumah Sakit Bersalin (RSB) Teja di Bandung, tempat Syasya dilahirkan. Suster segera melakukan pemeriksaan dan langsung mengontak dokter kandungan kami. Dokter meminta istriku untuk bertahan, karena usia kandungan belum cukup umur. Namun, bayiku sudah berada di posisi lahir. Pembukaan sudah delapan. Artinya, bayi sudah mau lahir.
Saat dokter datang ia minta izin padaku untuk segera melakukan tindakan. Aku langsung menyetujuinya. Yang penting, istri dan anakku selamat. Istriku pun melahirkan secara normal.
Berat badan bayi prematur kami hanya 1500 gram. Saat dilakukan pemeriksaan, dokter anak yang memeriksa, dr. Abdurrahman Sp.A, langsung melihat organ-organ anakku memang belum bekerja sempurna.
Pertama,
dokter mendeteksi paru-paru Aisah belum berkembang. Dadanya mendekuk ke dalam, dan waktu bernapas mengeluarkan bunyi. Dalam istilah kedokteran ini disebut Hyaline Membrane Disease . Selang lima menit, aku dipanggil dokter. Menurutnya, anakku harus segera dirawat di rumah sakit yang mempunyai peralatan lengkap.
Hanya selang sepuluh menit dari waktu dilahirkan, Aisah dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Borromeus, Bandung, yang memiliki peralatan lebih lengkap. Antara lain, alat bantu pernapasan bayi. Istriku bahkan belum sempat bertemu Aisah.
Gangguan jantung
Di RS Borromeus, Aisah langsung dirawat di NICU ( Neonatus Intensive Care Unit ) dan dipantau terus. Ketika dilakukan echocardiography (perekaman posisi dan gerakan dinding jantung atau struktrur dalam jantung melalui gema yang diperoleh dari pancaran gelombang ultrasonik), ada gangguan pada jantungnya, sehingga badan Aisah membiru.
Dokter mengatakan ada gangguan pada aliran darahnya. Tetapi, karena RS Borromeus tidak punya ahli jantung, mereka merujuk Aisah ke Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita, Jakarta. Selain karena peralatan dokter anak dan jantung lumayan lengkap, di area RSAB itu ada pula rumah sakit khusus jantung.
Istriku gelisah bukan main mendengar apa yang dialami buah hati yang baru dilahirkannya. Apalagi, ketika itu aku, yang berkebangsaan Singapura, sedang berada di Singapura untuk mengurus surat izin tinggal di Indonesia bagi anak pertamaku, Syasya. Padahal, apa pun tindakan yang akan dilakukan pada Aisah harus menunggu izinku sebagai ayahnya.
Jangan ditanya perasaan aku dan istriku mengetahui anak kami mengalami gangguan jantung. Rasanya seperti buah tomat dilempar dari lantai sepuluh. Hancur hatiku! Rasanya aku mau menangis. Tapi, tak ada air mata yang keluar.
Setelah urusan di Singapura selesai, tanggal 8 Januari 2004, kembali ke Bandung. Keesokan harinya aku berkonsultasi dengan dokter anak, dan tanggal 10 Januari 2004, pukul 05.00, agar tak terjebak macet, anakku langsung dibawa dengan ambulans ke RSAB Harapan Kita, Jakarta.
Khawatir keracunan darah
Di RSAB Harapan Kita, aku langsung bertemu dokter spesialis jantung anak, dr. Poppy Sp.J. Anakku diperiksa lagi, dilakukan echocardiography lagi, dan dianalisa lagi.
Dokter menjelaskan bahwa jantung anakku mengalami kelainan. Menurutnya, anakku harus menjalani operasi pada jantungnya agar klep jantungnya menutup. Kalau tidak ditutup, dikhawatirkan Aisah akan mengalami keracunan darah.
Aku tak bisa membayangkan jantung darah dagingku harus diutak-atik. Bayangkan, jantung anak usia tujuh bulan sebesar apa? Jantung orang dewasa saja hanya sebesar genggaman tangan. Mungkin jantung Aisah hanya sebesar jantung ayam! Tapi, aku serahkan semua pada dokter yang menangani anakku.
Setelah lima hari di RSAB Harapan Kita, tanggal 15 Januari 2004 dilakukan operasi pada siang hari jam 13.00 selama dua jam. Operasi dilakukan oleh tim dokter ahli jantung RS Jantung Harapan Kita dengan tim dokter anak RSAB Harapan Kita.
Setelah operasi, keadaan anakku membaik, tapi tetap harus dipantau. Kira-kira seminggu kemudian, tanggal 25 Januari 2004, mulai terlihat perubahan. Aisah tampak lebih sehat.
Sampai saat ini (saat wawancara dilakukan tanggal 17 Februari 2004, Red. ) anakku masih dirawat di inkubator. Ia mulai mau minum banyak. Aisah diberi ASI dan susu formula, karena ASI istriku tidak begitu banyak.
Karena refleks mengisapnya belum ada, Aisah tidak minum langsung dari botol atau payudara ibunya. Susu diberikan menggunakan sendok. Kadang-kadang refleks menelannya pun belum baik. Aisah lupa kalau harus menelan. Tapi, perlahan-lahan, Aisah belajar minum dari botol walau refleks mengisapnya belum bagus (saat Ayahbunda bertemu Aisah, ia sudah pandai mengisap dari botol walau perlahan, Red. ).
Boleh pulang
Sudah dua bulan Aisah di inkubator. Walau masih dirawat di inkubator, ia tidak lagi menggunakan alat bantu napas (oksigen). Yang menggembirakan, di usia memasuki sembilan bulan, berat badan Aisah mencapai 2850 gram. Dalam dua bulan, berat badannya naik kurang-lebih 1400 gram (Tanggal 23 Februari 2004, kondisi Aisah membaik dan diperbolehkan pulang dengan berat badan mencapai 3100 gram. Fungsi jantung dan paru-parunya pun membaik, Red. ).
Aku mengucapkan terimakasih kepada semua tim dokter yang menangani anakku di RSAB Harapan Kita, baik tim dokter anak bagian perinatologi maupun tim dokter jantung anak dari RS Jantung Harapan Kita, juga dokter kebidanan dan dokter anak kami di Bandung, serta seluruh staf di RS Borromeus dan RS Teja, Bandung. Melalui merekalah Tuhan menganugerahkan kesehatan kepada Aisah, sehingga sampai hari ini dia tetap berada di tengah-tengah kami.
Laila Andaryani Hadis
dr. Rudy Firmansjah B.Rifai, SpA
Ketua Tim Perawatan dan Penanganan Aisah,
Bagian Perinatologi RSAB Harapan Kita, Jakarta
————>>>>>>>>>
Lahir Prematur Sebabkan Jantung Aisah Mengalami Gangguan
Apa yang terjadi pada Aisah adalah suatu kondisi yang disebut Patent Ductus Arteriosus ( PDA). PDA merupakan gangguan jantung yang terjadi bila ductus arteriosus atau DA (pembuluh darah janin sementara yang menghubungkan aorta – batang nadi – dan pembuluh darah paru) tidak menutup.
DA berada dalam kondisi terbuka waktu bayi masih di dalam rahim. DA ini berfungsi sebagai short cut yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Ini karena ketika di dalam rahim janin mendapatkan oksigen dan nutrisi dari ibunya melalui plasenta dan tali pusat, bukan dari paru-paru.
Setelah lahir, saat paru-paru berkembang, DA secara otomatis menutup. Penutupan DA ini menjamin darah menuju paru-paru mengambil oksigen untuk dibawa ke seluruh tubuh. Penutupan DA biasanya terjadi saat bayi lahir dalam usia kandungan yang cukup, ketika terjadi perubahan hormon yang menyebabkan paru-paru tersebut terisi udara. Jika DA menutup secara sempurna, darah dipompa dari jantung menuju paru-paru, kembali ke jantung dan dialirkan ke seluruh tubuh melalui aorta.
Pada sebagian bayi, terutama bayi yang lahir prematur, karena paru-parunya belum berkembang , DA tetap terbuka atau tidak menutup secara sempurna. Keadaan ini menyebabkan aliran darah dalam jumlah berlebihan masuk ke paru-paru. Akibatnya, cepat atau lambat, paru-paru penuh darah dan akhirnya menyebabkan pembesaran bilik jantung kanan. Inilah yang terjadi pada Aisah. Ia lahir prematur pada usia kandungan 32 minggu, dan paru-parunya belum berkembang secara sempurna.
Kasus PDA pada bayi prematur, berkisar 60 – 70 persen, tapi tidak semua bergejala. Apa yang dilakukan pada Aisah adalah mengikat PDA sehingga DA -nya menutup dan akhirnya fungsi jantung dan paru-paru Aisah berfungsi normal.
Operasi dilakukan oleh dokter ahli jantung anak dari RS Jantung Harapan Kita. Sedangkan perawatan Aisah dipantau tim dokter anak perinatologi dari RSAB Harapan Kita. Tim dokter berjumlah 10 orang, terdiri dari tiga orang tim dokter bedah jantung anak dan tujuh orang tim dokter perinatologi. Operasi ini berhasil dan Aisah kembali ke orang tuanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment